![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEja7xkMA7MRb6M2y70FkXUTCSee86yXP-u2kiSCnDo38k2vPGn_xAKkRWq5HrAvppWDJlMj16EKIbi3LaForp_6tK33Idp_brXUID9w4YavLnMMxPUTI-t8HRZnqiBgVm3Cv_um9y6hD56Z/s200/omjay-kartun.jpg)
Ayah…
Bagiku seorang yang namanya jarang
kusebut. Mengapa? Sebab bagiku, sosok seorang ayah itu tidak memberi definisi
apa-apa dalam kehidupanku.
Seseorang yang hampir dikatakan
tidak ada rasa kepedulian terhadap anaknya. Entah mengapa begitu dingin seorang
yang dinamakan ‘Ayah’ itu.
Bila ditanya, siapakah orang yang
paling aku sayang di dunia ini… jawabannya tentulah ibuku. Karena bagiku, sosok
ibulah yang paling berperan penting dalam kehidupanku selama ini.
Entah seperti anak-anak lainnya atau
tidak.. tapi yang pasti, aku kurang merasakan peran seorang ayah. Ia sering
pulang malam, dan ketika sampai rumah pun.. tidak ada kehangatan yang diberikan
olehnya.
Sosok yang membuatku geram dan
akhirnya tidak ada penghormatan sama sekali padanya. Saat itu ku ingat pasti
tatkala usiaku beranjak 9 tahun, aku pernah mencemoohnya dengan kata-kata yang
tidak pantas diucapkan seorang anak pada ayahnya. Hanya karena keinginanku
tidak bisa dipenuhi olehnya. Aku hanya berfikir, bahwa kalau sudah tidak
mendapat perhatian darinya, paling tidak bentuk perhatian itu bisa tergantikan
dengan terpenuhinya kebutuhanku. Minta dibelikan mainan, baju baru dan
sebagainya. Namun ternyata itu nihil semua.
Semakin jengkel lah aku, bahkan aku
tidak ingin dikecup keningnya oleh orang yang dinamakan ayah tersebut pada saat
syukuran sederhana di hari ulang tahunku.
Beranjaknya usia, ketika saat itu
aku masuk Sekolah Menengah Pertama… itulah pertama kalinya sejarah dalam
hidupku, peran orang tua khususnya ayah sangat berarti besar. Betapa paniknya
aku, ketika pulang sekolah rok biru seragamku basah oleh cairan yang berwarna
merah. Aku pun kaget dan panik luar biasa, padahal saat itu ibuku tengah naik
haji ke tanah suci bersama nenekku. Yang ada di rumah, hanyalah aku bersama
adik dan sosok yang dinamakan ‘Ayah’.
Ia lah yang menyambutku, tatkala aku
menangis tersedu-sedu sampai rumah dalam keadaan sedih dan karena ditambah
dengan perutku yang sakitnya luar biasa.
Aku malu. Lalu aku masuk kamar tanpa
berkata apa-apa terhadap ayahku. Ia menyusul ke kamarku dan menanyakan apa yang
terjadi, lalu aku pun luluh dan mau menjelaskan keadaanku padanya saat itu.
Ayahku tersenyum dan berkata, “Gak
apa-apa, ini pertanda anak gadis ayah sudah dewasa. Kamu sudah mendapat tamu
bulanan. Nanti ya ayah belikan pembalut dulu.”.
Degg… hatiku teriris dengan
kata-kata lembut darinya. Ohh Tuhan, di saat kritis dan aku tidak tahu harus
berbuat apa, justru ialah yang hadir menemaniku. Ialah yang menenangkanku
disaat kondisiku seperti itu, tanpa hadirnya peran ibu disampingku.
Semakin tersadar, ayahku mempunyai
peran berarti dalam hidupku. Tidak hanya ibuku. Ialah sosok yang hebat itu,
sosok yang hadir disaat aku membutuhkannya.
Pun saat aku menginjak usia dewasa,
aku semakin mengerti arti dari hadirnya seorang ayah. Aku melihat beban berat
sedang ditanggungnya. Aku melihat segala hal yang menjadi kebutuhanku perlahan
terpenuhi.. Satu per satu bisa aku dapatkan. Bersama itu pula satu per satu
uban putih muncul diantara rerimbunan rambut ayahku.
Ya. Semakin hari aku tersadar,
banyak perubahan yang terjadi pada diri ayahku.. Warna rambutnya yang berubah,
kerutan di wajahnya yang tidak lagi tersembunyi dan itu membuatku semakin
yakin, bahwa ayahku tengah berjuang keras dalam membahagiakan keluarganya.
Seperti tatkala ia telat pulang kerja malam hari karena ada rapat di kantornya,
ia selalu membawakan kami makanan yang bersisa dari rapat di kantornya. Melihat
wajahnya yang sumringah benar-benar menandakan rasa senangnya ketika bisa
membawakan makan malam untuk anak serta istrinya.
Karena ayahku adalah sosok yang
harus selalu terlihat kuat…Bahkan ketika ia tidak kuat untuk tidak menangis. Ia
harus terlihat tegas bahkan saat ia ingin memanjakanku.
Ayahku ingin anak-anaknya punya
lebih banyak kesempatan daripada dirinya, menghadapi lebih sedikit kesulitan,
dan tidak tergantung pada siapapun tapi selalu membutuhkan kehadirannya.
Ayahku pernah berkata “Ayah akan
selalu memelihara janggut, meski telah memutih,
agar kamu bisa ‘melihat’ para
malaikat bergelantungan disini dan agar kamu selalu bisa mengenali ayah.”
Dan ayah juga penah berpesan:
"Mbak, jangan cengeng ya meski kamu ini adalah seorang wanita, jadilah
selalu bidadari kecil ayah dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak!
Seorang laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah, tapi
jangan pernah kamu gantikan posisi Ayah di hatimu."
Ohh ayah. Baru aku meyakini, bahwa
betapa beruntungnya aku memiliki ayah sepertimu. Ayah terbaik sepanjang
perjalanan hidupku. Seorang ayah yang memberi banyak pelajaran kehidupan.
Ayah..Namamu kan selalu terpatri.Meski sedikit perhatian yang tercurah.Bagiku sudah sangat berarti. Ketika peluhmu mengalir.Yang begitu agung, maka..Tercucilah rindu.Pada alunan kata yang sejuk.
Terima kasih ayahku. Untuk setiap
peluh yang kau teteskan, untuk setiap kerut dahimu yang tidak sempat kuhitung,
untuk setiap jaga sepanjang malam ketika aku sakit dan ketika kau merindukanku,
untuk tetes ‘air mata laki-laki’ yang begitu mahal ketika kau mengkhawatirkan
aku, untuk kepercayaanmu padaku, meski seringkali ku hianati. Sungguh tidak
akan pernah bisa terbalas segalanya. Dan aku mencintaimu karena-Nya.
Sumber | https://www.facebook.com/RKIINSPIRATIF |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar