Kamis, 14 Februari 2013

Jangan pernah Membenci Ibumu



Bahan renungan:
Mamaku hanya punya satu mata.
Mamaku hanya punya 1 mata, aku membencinya, dia memalukan bagi aku. Dia memasak di SMP tempat aku sekolah untuk biaya hidup kami.
Hari itu dia datang ke kelas dan menyapaku. Aku sangat malu, lalu aku mengacuhkannya dan berlari pergi.

Keesokan harinya, teman-teman mengejekku, ingin rasanya aku menghilang. Saat pulang, aku berteriak kepadanya "Kalau kau hanya ingin membuatku jadi bahan tertawaan, kenapa kau tidak mati saja?!" Aku benar-benar marah saat itu.

Aku bertekad keluar dari rumah itu dan tidak berhubungan dengan dia sama sekali. Jadi, aku belajar dengan semangat dan akhirnya mendapat beasiswa belajar di Singapura. Aku menikah, punya anak dan bahagia dengan kehidupanku.

Sampai suatu hari, Mama datang ke Singapura untuk menjenguk, saat di depan pintu, anak-anakku melihat dan ketakutan, saat itu juga aku berteriak "Beraninya kau datang ke rumahku, pergi dari sini, kau hanya menakuti anak-anak!!" Dia terkejut dan menjawab "Maafkan saya, mungkin saya salah alamat."

Setahun kemudian, datanglah undangan reuni SMP. Aku hadir. Setelah itu, aku sempat melihat 1 rumah, dimana aku tinggal saat itu, hanya ingin tahu dan kata seorang tetangga mama sudah meninggal, aku tidak meneteskan air mata. Tetanggaku memberikan surat yang mama ingin aku membacanya.

"Anakku tercinta, aku memikirkanmu setiap saat. Maafkan aku saat datang ke Singapura dan menakuti anak-anakmu dan juga maafkan aku membuatmu maludi depan teman-temanmu dulu. Semoga kamu mengerti. Waktu kecil kamu mengalami kecelakaan dan kehilangan 1 mata. Sebagai mama, aku tidak sanggup melihatmu tumbuh dengan 1 mata, jadi aku memberikan milikku. Aku bahagia karena anakku akan memperlihatkan seluruh dunia untukku dengan mata itu."


begitu banyak pengorbanan seorang ibu,..apakah kita pantas untuk membencinya,..???

inilah sedikit dari pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya :....

Pernahkah kita mencoba mengingat akan masa lalu?? Sembilan bulan kita hidup dalam kandungan sang bunda, Bunda selalu membawa kita kemanapun ia pergi, Tak pernah ia berfikir untuk menanggalkan kita walau sejenak, Lalu kita pun lahir dengan tangis pertama kita menyapa dunia ini.

Bunda pun selalu ikhlas merawat kita dengan penuh kasih sayang, Kadang kita telah begitu saja mengambil waktu istirahatnya dengan tangis kita di malam hari. mengganti popok kita yang basah, memberikan kita air susu ketika kita lapar. Dan kita hanya bisa menangis saja ketika itu...

Kita selalu diayun, dipangku dan ditimang-timang......Lalu apa balasan kita waktu itu ???? Kita sering membuat basah baju bunda dengan air kencing kita, Dan Bunda tak pernah sekalipun memarahi kita. Usia kitapun beranjak perlahan Ingatkah ketika hari pertama kita masuk sekolah. Setiap pagi, Bunda selalu memandikan kita,…menyuapi kita mengantar kita dan menunggui kita, Bunda begitu sabar mengiringi hari kita di sekolah……Dan kita hanya bermain ketika itu…… 

Lalu ketika kita beranjak remaja, Bundapun tak henti untuk menghawatirkan kita…… 
Ketika kita sering pulang terlambat dengan berbagai alasaan, Bunda hanya menatap dengan penuh cemas, Padahal mungkin kita hanya bersenang-senang di luar sana,..
Ingatkah kita pada saat hari raya idul fitri, Sering bunda membelikan kita baju, sepatu, celana baru, Dengan harapan kita akan merasa senang, Ingatkah pula apa kata kita ketika itu… “Ah….bajunya udah kuno gak mau ah” bunda ‘nggak tau selera anak muda… dan bunda hanya tersenyum saja…… 

Saat kita mengenal cinta akan sesama, Sering kita membohongi bunda hanya untuk bercinta semata, Dan bundapun tak pernah lepaskan kasih sayangnya untuk kita, Ketika bunda bilang………”Nak…….mestinya kamu sekolah dulu yang benar. jangan dulu berpacaran” Bunda hanya tersenyum dan menatap kita dengan penuh kasih sayang… 

Apakah kita ingat saat kita memasuki bangku kuliah, Bunda dengan penuh semangat memberikan biaya kuliah kita yang setinggi langit, Lalu mungkin kita juga hanya bersenang-senang saja dengan dunia yang sedikit beranjak dewasa 
Ketika kita butuh uang utk menuntaskan hasrat cinta muda kita, Sekali lagi kita sering membohongi bunda. dengan mengatakan….”bu……saya butuh uang….untuk biaya praktikum……kira-kira….sekian juta..”Lalu bunda bilang .”nak .apa tidak bisa di cicil ?. Kita dengan segera menjawab…..”gak bisa bu….harus sekali bayar……..” 

Kita tak pernah tahu apa yang ada di benak bunda ketika itu……Jika saja bunda tahu bahwa itu hanyalah alasan kita semata…..karena mungkin saja yang sebenarnya adalah kita butuh uang untuk mentraktir atau menyenangkan pacar tersayang saja…Dan ternyata bunda selalu saja menyayangi dan berusaha mempercayai kita. 

Pada saat kita lulus kuliah, Kita mungkin bisa melihat betapa bangganya bunda mendapati anaknya sudah menjadi seorang sarjana menangis penuh haru bahagia bunda ketika itu,

Lalu tak lama setelah itu……tiba-tiba….“Bu….sekarang saya sudah dewasa……saya ingin menikahi si dia……….karena saya mencintai dia, boleh kan bu……..?” 

 Mungkin bunda akan bilang ; ”Nak mustinya kamu mencari kerja dulu, lalu setelah sedikit mapan mungkin kamu bisa menikah” Lalu apa jawab kita; ”Bu! kalo ibu percaya, .saya sanggup untuk memberikan makan dia tanpa ibu kasih, saya harap ibu tidak melarang niat saya untuk menikah sekarang, saya sudah dewasa bu, bukan anak kecil yang segalanya harus ibu perhatikan!! !”

Dan demi kasih sayangnya terhadap kita, maka bundapun sekali lagi meluluskan keinginan kita, sekaligus memberikan kita sedikit bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga kita nanti.

Tak berapa lama setelah itu, kitapun merasa sanggup untuk hidup terpisah dari beliau….maka sekali lagi kita merajuk pada bunda, Pada saat bunda sudah memasuki hari tuanya, kita pun meninggalkan dia dalam hari-hari senjanya. Dan bunda tak pernah meminta kita untuk menemaninya karena bunda pikir anaknya sudah mempunyai kehidupan sendiri.
Bertahun-tahun kita meninggalkan bunda dan mungkin hanya setahun sekali saja kita menengok dia, itupun pada saat

Hari Raya saja.
Lalu, ketika Bunda sakit di hari tuanya, Mungkin bunda mengharapkan kasih sayang anaknya bisa sedikit menghibur dia,Tapi, sering kita mengabaikan harapan bunda, Kita mungkin merasa direpotkan hanya dengan mengurusi seorang wanita tua yang sudah tak berdaya itu, .maka dengan tanpa ragu lagi kita antarkan bunda pada sebuah panti jompo, kita tinggalkan bunda dengan segala harapannya terhadap kita.

Lalu pada saat Allah hendak menjemput dia, kita mungkin sedang tenggelam dalam kehidupan yang sudah menyita sebagian hati nurani kita. Hingga satu hari terdengar bunyi dering telepon yang memberikan kabar bahwa bunda telah tiada.

Dan aku tak berani bilang bahwa mungkin saja hati kita sudah bebal dan telinga kita sudah tuli akan kenyataan ini., Ada sesal mungkin di sana, .sesal yang tak akan terbalas dengan sejuta tetesan air mata kita. Dan kitapun hanya meratapi kepergian bunda, ya bunda yang sudah mencetak kita dengan segenap kasih sayang bunda yang tak terperi ketulusannya, sesal yang tiada guna ketika kita tahu bunda pergi bersama setitik harapan bunda bahwa dia ingin anaknya ada ketika hembusan nafasnya yang terakhir memutuskan kehidupannya.

Dan kita hanya terpekur menatap bekunya batu nisan bertahtakan nama bunda. Itupun jika masih ada secuil nurani kita yang masih berwarna putih.

Kutuliskan ini, untuk mengenang bahwa bunda adalah pembawa syurga buat anaknya, mungkin ini tak semua benar, tapi tak mustahil ini terjadi dan ada di dunia ini.
Bunda, .aku menyayangi bunda seperti aku menyayangi syurgaNYA.

Andai kau mengharapkan syurga, ia ada di telapak kaki ibu
Andai kau harap neraka, durhakalah padanya

Bilamana anda inginkan kebahagiaan, mulailah untuk menjaga seluruh indra
Bilamana anda inginkan kesengsaraan, biarkan seluruh indra untuk berpaling ke wanita lain

Mulailah untuk mencintai 3 wanita dalam hidupmu di satu waktu
Yaitu istri, ibu / ibu mertua dan anakmu

Coba dipikir-pikir teman dan renungkanlah....
sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.

Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.
Tapi, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari orang tua kita?

Cemas apakah orang tua kita sudah makan atau belum? Cemas apakah orang tua kita sudah bahagia atau belum?
Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orang tua
kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.



Related Articel:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Isi